Seminar Nasional

SEMINAR HUKUM NASIONAL
FAKULTAS SYARI'AH DAN ILMU HUKUM
IAIN TULUNGAGUNG 2018


          Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kaum marjinal adalah setiap orang yang kurang memiliki akses terhadap informasi dan sumberdaya, kurang memiliki kesempatan berpartisipasi, serta kurang mendapat dari manfaat pembangunan dan kebijakan publik, antara lain kaum difabel, orang miskin, kaum perempuan, anak-anak, orang yang berdomisili di daerah  belum merasakan kesejahteraan dan keadilan, sebagaimana dicita-citakan oleh pendiri bangsa Indonesia. Adapun salah satu persoalan mendasar yang menghambat tercapainya kesejahteraan dan keadilan adalah perilaku koruptif di kalangan pemimpin atau penyelenggara negara, termasuk para pemimpin yang dipilih langsung oleh masyarakat. Hal ini merupakan ironi, di mana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin justru acapkali menghasilkan pemimpin yang tidak memihak masyarakat, melainkan lebih memikirkan kepentingan pribadi atau golongan. Meskipun, momentum Pemilu telah terjadi berulangkali, masyarakat masih saja harus menerima kenyataan pahit bahwa pemimpin yang dipilihnya memiliki kecenderungan bahkan banyak yang terbukti melakukan korupsi. Berdasarkan pemikiran para ilmuwan, salah satu faktor berulangnya pengalaman mendapatkan pemimpin yang koruptif adalah karena rendahnya kesadaran hukum masyarakat marjinal.

     Kesadaran hukum, dalam konteks ini merujuk pada pendapat Prof. Dr. Soetandyo Wignjosoebroto yang menyebutkan bahwa ada dua gatra dalam terminologi kesadaran hukum, yaitu aspek kognitif atau pengetahuan dan aspek afektif atau sikap pemihakan. Pada aspek kognitif, banyak dijumpai masyarakat marjinal yang kurang mengetahui ketentuan hukum pemilihan umum yang berlaku, kurang mengetahui urgensi mengapa ketentuan itu diberlakukan, kurang mengetahui dampak pelanggaran terhadap ketentuan itu. Adapun pada aspek afektif, kurangnya pengetahuan tersebut menyebabkan masyarakat marjinal menentukan pilihan berdasarkan sikap apatis dan pragmatis. Sebagai contoh, menjelang pemilihan umum, ada masyarakat yang merasa senang dan berharap diberi sesuatu oleh kandidat pemimpin yang sedang berkontestasi dalam pemilihan umum, dan menjatuhkan hak pilihnya kepada mereka, tanpa mempertimbangkan apa dampak dari memilih atas dasar pemberian tersebut. Hal inilah yang Contoh yang disebutkan di atas dikhawatirkan akan terus terjadi apabila tidak dilakukan upaya tertentu untuk mengadvokasi masyarakat marjinal, dalam hal meningkatkan kesadaran hukum. Akibatnya, pemilihan umum sebagai momentum yang sangat berharga akan menjadi sekedar ritual lima tahunan yang tidak membawa dampak bagi kesejahteraan dan keadilan sosial.

      Selain masalah politik uang, persoalan krusial kesadaran hukum masyarakat marjinal adalah kurangnya pengetahuan hukum tentang penyelenggaraan negara, khususnya dalam bidang anggaran. Telah banyak pengalaman menunjukkan bahwa masyarakat tidak melakukan partisipasi secara optimal dalam mengawal perencanaan, penggunaan dan pelaporan anggaran publik, sehingga mereka tidak mengetahui ketika sebagian anggaran itu dikorupsi oleh oknum pejabat dan menyebabkan program pembangunan yang diperuntukkan bagi mereka tidak dapat terlaksana sebagaimana tertuang dalam rencana. Artinya, sebagian masyarakat memahami bahwa tugas memilih pemimpin dianggap telah selesai ketika memberikan suara, sedangkan pada praktiknya pemberian suara baru merupakan awal dari sebuah kepemimpinan yang baru.

     Mengingat fenomena kesadaran hukum kaum marjinal yang rendah tersebut, sang at penting bagi kaum akademisi untuk memberikan kontribusi pemikirannya untuk merumuskan formula advokasi masyarakat bagi marjinal agar lebih memiliki kesadaran hukum. Dalam hal ini, kesadaran hukum juga penting untuk dikaitkan dengan kesadaran hak, yakni masyarakat yang sadar hukum bukan saja masyarakat yang paham kewajiban yang telah diatur dalam hukum, melainkan juga sadar akan hak-hak yang dijamin oleh masyarakat untuk berpartisipasi mengawal jalannya pembangunan, khususnya penggunaan anggaran publik agar tidak dikorupsi oleh pemimpinnya. Fasih Law Fair adalah ikhtiar untuk menggalang kontribusi pemikiran kaum akademisi, baik siswa, mahasiswa, dosen, peneliti, dan aktivis antikorupsi Indonesia yang lebih adil dan sejahtera oleh sebab itu kami mengangkat tema "Membangkitkan Kesadaran Hukum Kaum Marginal untuk Menghasilkan Pemimpin yang Anti Korupsi".

Komentar

Postingan Populer